Minggu, 16 Februari 2014

Resensi A Cup of Tea Cinta Buta





Judul           : A Cup of Tea Cinta Buta
Penulis        : Herlina P. Dewi, dkk
Penerbit      : Stiletto Book
Cetakan      : I, Januari 2014
ISBN          : 978-602-7572-23-2
Tebal buku : 239






Cinta bisa membuat hati berbunga-bunga, namun cinta juga bisa membuat dunia seakan runtuh, dan menyisakan luka. Pernahkah Anda mengalami cinta buta? Cinta yang datang tanpa diduga, dan pergi begitu saja dengan akhir derita.

A Cup of Tea Cinta Buta adalah buku berisi kumpulan kisah nyata dari 20 kontributor yang membagi pengalaman mereka saat dimabuk cinta yang membutakan mata, hati, dan logika. Ada yang tetap bertahan meski perih dan terluka. Namun ada pula yang bisa keluar dari jeratannya.

Untuk memudahkan pembaca, beragam kisah cinta yang tak biasa ini dirangkum dalam enam bagian dengan tema berbeda. Ceritanya dikemas apik dengan bahasa yang mudah dipahami. Saat membuka halaman depan, pembaca disambut dengan kisah Winda Krisnadefa yang menuturkan perjuangan seorang kekasih untuk menyelamatkan kekasihnya dari jeratan narkoba. Parahnya, sepasang kekasih itu justru kian terjerumus menjadi pengguna barang haram tersebut.

Kisah Winda adalah satu dari dua cerita di bagian pertama buku dengan tema I Wanna be a Wonder Woman. Bagian ini mengulas perjuangan seorang kekasih yang ingin menyelamatkan kekasihnya. Namun cinta yang tumbuh karena kasihan ini justru menjadi bumerang yang berbalik menyakiti mereka sendiri.

Pada bagian kedua berjudul Aku Rela Jadi Orang Ketiga, berisi tiga kisah orang-orang yang terkena virus cinta buta, rela menjadi orang ketiga, bahkan rela melakukan dan memberikan apa saja demi cintanya. Dan akhir cerita mereka sungguh tak seindah harapan.

Buku ini semakin menarik saat membaca bagian ketiga berisi empat cerita dengan tema I’ll Give Everything for You. Cerita cinta El Syifa berjudul Cinta Pemangkas Lemak menuturkan bagaimana ia merapal mantra sambil melakukan ritual hingga jatuh sakit demi mendapatkan perhatian pemuda impian. Mantra itu tidak berhasil, namun ritualnya kala itu mampu menurunkan berat badan dan menjaganya tetap stabil meski kini ia telah dikaruniai tiga anak.

Miris, begitulah kesan saat membaca bagian ke empat buku ini. Berisi tiga kisah yang mengusung tema Mencoba Bertahan. Para penulis dengan gamblang menuturkan kisah orang-orang yang mencoba mempertahankan cinta buta. Apakah mereka bahagia?
Yuska Vonita melalui tulisannya yang berjudul I am Beautiful menuturkan kisah seorang istri yang sampai usia tiga tahun perkawinannya, namun ia masih perawan. Hidup dalam kepalsuan menjadi istri yang mencintai suami dan berpura-pura bahagia pun ia lakukan.

Tiga kisah pada bagian lima buku ini bertema I Don’t Need a Reason to Love you, menceritakan tentang cinta yang membutakan hingga membuat seseorang boleh mencintai siapa saja yang diinginkannya. Bahkan Mey Zhafira dalam tulisannya berjudul Siapa yang Bisa Melarangku?, menceritakan bagaimana seorang saudara bisa jatuh cinta dengan saudaranya.

Selamat Tinggal Cinta Buta begitulah tema bagian akhir buku ini. Berisi kisah-kisah para pecinta yang berhasil keluar dari belenggu cinta buta yang menyiksa. Tulisan Said Umar berjudul Melepas Purnama terasa sangat menyentak. Dengan jujur ia menuturkan bagaimana mengakhiri kisah cinta sesama jenis.

Cerita cinta tak pernah lepas dari kehidupan manusia, ia akan terulang dan terulang lagi. Bedanya hanya pada setting tempat dan orang-orang yang mengalaminya. Setidaknya semoga pengorbanan dan penderitaan atas nama cinta harusnya bisa dihindari. Karena cinta yang indah seharusnya tidak saling menyakiti.

Jadikan buku ini sebagai salah satu referensi bacaan Anda.  Dapat juga dihadiahkan untuk orang-orang terkasih di sekitar Anda. A Cup of Tea Cinta Buta memberi pelajaran berharga untuk diambil hikmahnya. Lindungi anak, saudara, kerabat, dan sahabat, dari cinta yang membabi buta.


***

Selasa, 04 Februari 2014

Surat untuk Stiletto Book


Salam
Aku jatuh hati padamu sejak audisi A Cup Of Tea  Menggapai Mimpi. Sepatu hak tinggi berwarna merah ngejreng, ciri khasmu yang unik membuatku ingin mengenalmu lebih dalam. Perempuan banget, smart, dan sexy lagi, begitu kesanku.

Aku pun memburu bukumu, A Cup Of Tea Single Parent adalah koleksi pertamaku yang kubeli dari seorang sahabat. Aku bersyukur bisa mendapatkan buku itu sebelum waktu audisi berakhir. Karena waktu yang mepet, tak memungkinkanku membelinya secara online.

Bacaan bergizi teman ngeteh itu ternyata menghangatkan hatiku. Setelahnya aku pun mulai menuliskan kisahku, berharap semoga cerita nyata yang kualami juga bisa menginspirasi orang lain.


Haru, bangga, dan tak terlukis lagi betapa bahagianya saat mengetahui bahwa naskahku lolos audisi. Bagaikan terbang melayang menggapai mimpi bersama Stiletto Book. Aku pun menantikan audisi serial Cup Of Tea lainnya atau yang lebih populer dengan singkatan ACOT. Meski naskahku tidak lolos pada audisi berikutnya, tak menyurutkan niatku untuk membeli buku tersebut.


Benar saja, setelah membaca A Cup Of Tea For Writer semangat menulisku kian membuncah. Keinginanku untuk menjadi penulis kian kuat. Buku ini bisa menjadi referensi bagi penulis pemula atau siapa saja yang bercita-cita ingin menjadi penulis. Aku menikmati setiap baris dalam buku ini. Beragam pengalaman para kontributor bagaikan motivator yang menggema dalam ingatanku. Bahkan saat naskah pertamaku disetujui sebuah penerbit, aku teringat tulisan Mbak Herlina P. Dewi berjudul Writer Vs Editor, akupun bersikap sebaik mungkin dengan editor.

Jujur, audisi ACOT menjadi hal penting yang tak ingin kulewatkan. Andaipun naskahku gugur, tak mengapa, setidaknya aku telah mencoba. Beberapa kawan mencibirku karena masih berburu audisi antologi. Namun tak menyurutkan niatku.

Hatiku kian berbunga manakala naskahku kembali terpilih dalam A Cup Of Tea Cinta Buta. Serunya lagi, kali ini Stiletto Book memberlakukan sistem royalti bagi semua penulisnya. Ini benar-benar ide baru. 


Melihat profesionalisme Stiletto Book, aku berharap suatu hari nanti bisa berkarya di bawah naungan Stiletto Book. Aku berharap Stiletto Book benar-benar membuka pintu lebar bagi perempuan Indonesia yang memiliki keahlian menulis dengan merangkul dan membina mereka hingga menghasilkan karya nyata.

Latar belakang pendidikan seseorang memang bisa dijadikan penilaian, namun seyogyanya tak harus saklak. Di beberapa agensi, aku bertemu teman-teman yang menulis tentang apa saja, meskipun mereka berasal dari latar belakang pendidikan dan budaya yang berbeda. 

Misalnya, seorang sarjana pertanian dengan piawai menulis buku resep masakan, atau seorang sarjana kehutanan bisa membuat buku keterampilan origami. Dan penerbit mengapresiasi karya mereka dengan mengabadikannya menjadi buku yang cantik, memikat, dan tentu saja bermanfaat. Aku berharap Stiletto Book pun bisa melihat kelebihan penulis perempuan meski memiliki latar belakang pendidikan yang beragam.


Oiya, satu lagi. Setelah sekian lama menumpuk di rak, aku kembali membuka koleksi buku terbitanmu. Hmmm... ada yang mengusikku. Kualitas kertas yang digunakan untuk buku serial ACOT ternyata berbeda dengan buku Keseimbangan Hidup Perempuan. Padahal aku merawat buku-buku tersebut sebaik mungkin, misalnya dengan menyimpnnya di rak yang kering dan sejuk. Hingga tak salah bila sebuah tanya terpendam di hati, Apakah ada perbedaan untuk jenis buku tertentu yang diterbitkan Stiletto Book?

Apapun itu, aku ingin Stiletto Book semakin jaya dan terus melangkahkan hak tinggi warna merahnya. Kini, saatnya perempuan bangkit dan menginspirasi melalui tulisan. Saling berbagi dan mencerdaskan. Aku yakin, perlahan dan pasti Stiletto Book akan menjadi penerbit yang lebih besar lagi dan membawa perubahan bagi perempuan Indonesia. Meski akan diperlukan kesabaran dan kerja yang lebih keras lagi.

Selamat berkarya, dan jayalah Stiletto Book

Salam hangat
Dwi Rahmawati
e-mail: rahmawati.dwi@gmail.com