Penulis : Sri Wahyuti
Penerbit : Tiga Ananda
Tebal
buku : 63 halaman
Cetakan : I, Februari 2013
ISBN : 978-602-7690-67-7
Cerita
ini unik, karena mengangkat latar belakang kehidupan nelayan di perairan
Karimunjawa. Imran, tokoh utamanya adalah anak seorang nelayan yang hidup sederhana.
Saat membuka bab pertama, penulis mulai membangun konflik cerita.
...
Kalau boleh memilih, ia lebih suka berada di pantai seharian. Menurutnya,
sekolah bukan tempat yang menyenangkan. Di sana ia tidak memimiliki teman. ...
(hal. 6 -8)
Hati
saya tersentuh saat membaca paragraf ini.
Imran
membuka tudung saji. Sepiring nasi aking dengan lauk ikan asin dan sambal
terasi. Tak lupa Imran berdoa. (hal.11)
Ejekan Yanto memancing amarah Imran, membuatnya semakin tak tahan berada di sekolah. Dari sini awal pertemuannya dengan hiu tutul yang selanjutnya menjadi sahabat barunya.
Konflik
kembali muncul, Imran dikhianati Tono, teman baiknya di sekolah. Yang
mengecewakan, justru dari Tono lah teman-teman lainnya mengetahui keberadaan
hiu tutul. Dan sejak saat itu hiu tutul menghilang. Ke manakah ia pergi?
Kehilangan
sahabat membuat Imran sedih. Ia menjadi lebih pendiam. Imran menuangkan
kerinduannya pada hiu tutul dalam bentuk tulisan yang diikutsertakan dalam
lomba mengarang. Dalam tulisannya, Imran mengungkapkan harapan-harapannya,
mengajak orang lain agar tidak lagi memburu hiu untuk diambil siripnya.
Berita gembira dituangkan dalam bab 7 (hal
52). Imran memenangkan lomba mengarang. Piala dan hadiah berupa uang membuat
Imran senang. Tapi, Yanto malah kecewa, padahal teman-temannya bangga dengan
prestasi Imran. Kenapa ya, Yanto kecewa?
Pada bab akhir (hal. 58) ketegangan kembali
memuncak. Yanto semakin marah saat ia menyaksikan hiu tutul dengan mata
kepalanya. Yanto melempar batu ke arah hiu dan Imran, sampai tubuhnya tercebur,
padahal ia tak bisa berenang. Apa yang terjadi selanjutnya? Temukan lanjutan
kisahnya dengan membaca buku ini.
Penulis mampu menyampaikan pesan bahwa kita
harus bisa mensyukuri apa yang kita miliki, selalu memaafkan, dan berbuat baik
kepada siapa saja, termasuk kepada teman yang memusuhi kita.
Menurut saya, sebaiknya penulis
meninggalkan pesan bahwa tidak semua hiu bisa berteman dengan manusia. Karena
pada kesempatan berbeda, anak saya mendapat informasi dari berita TV tentang
penyelam yang diserang hiu. Saya pun harus pandai menjawab pertanyaannya,
“Kenapa hiu itu menggigit penyelam, tidak sama seperti hiu tutul?
Terima kasih telah meresensi buku saya Bunda @Dwi Dira. Dan terima kasih juga untuk masukannya.
BalasHapusSama-sama, Bunda. Semoga akan lahir buku-buku selanjutnya, ya. Good Luck
BalasHapus