“Kalau mau nulis, ya
nulis saja,” kata Pramudya Ananta Toer saat A.S. Laksana menanyakan padanya,
Bagaimana cara menulis bagus? Penggalan wawancara A.S Laksana pada tahun 1993
untuk tabloid DeTIK itu,
sangat menginspirasi saya.
Saya pun mulai rajin
menulis. Saat mengajar di sebuah taman kanak-kanak, kami memiliki kegiatan home
visit, yaitu mengunjungi kediaman anak didik setiap enam bulan sekali atau satu
semester. Kunjungan yang bertujuan untuk memantau perkembangan anak didik dengan
mengamati kegiatan mereka selama berada di rumah, juga menjadi ajang
silaturahmi dengan orangtua murid. Hasil wawancara kemudian diserahkan kepada kepala sekolah
dalam bentuk laporan.
Laporan hasil
kunjungan yang saya buat saat itu berbeda dari biasanya. Saya meramu hasil
wawancara dalam bentuk deskripsi narasi dengan gaya cerita bertutur, mencetak
di kertas ukuran A5, menomori jumlah halaman, dan menjilid layaknya sebuah buku. Kawan-kawan
sesama guru senang membaca laporan yang tidak biasa itu, bahkan kepala sekolah sangat
menikmati kisah perjalanan home visit saya.
Tanggung jawab sebagai Ibu dengan dua anak yang masih Balita, membuat saya berani mengambil keputusan untuk berhenti bekerja. Awalnya sangat berat, karena saya telah merintis karir sejak masih duduk di bangku kuliah.
Pelan-pelan obsesi
saya ingin menjadi penulis muncul. Tapi, kenapa keinginan ini datang terlambat.
Justru ketika saya sudah menjadi Ibu dari dua anak. Betapa repotnya bila harus
menulis sambil mengurus anak, tanpa asisten rumah tangga pula.
Saya tak kuasa
membendung keinginan untuk menulis. Berlembar-lembar halaman buku diary penuh
dengan luapan perasaan tentang hal-hal yang saya lihat, dengar dan rasakan.
Makin lama makin menumpuk. Sempat bingung mau diapakan buku harian itu.
Pertemuan dengan grup
IIDN membawa pencerahan bagi saya. IIDN bagai pelita yang menerangi gelapnya
satu sisi hidup saya. Bertemu dengan para Ibu yang mengurus anak, bahkan sambil
bekerja dan tetap menjalankan hobi menulis, seakan memberi semangat baru.
Saya mulai sadar bahwa
untuk bisa menulis bagus, ternyata tak hanya cukup menuliskan semuanya begitu
saja. Seorang penulis juga harus melatih
dirinya untuk menguasai berbagai aspek detail agar bisa cakap menulis. Dengan
demikian, ia bisa mengembangkan seluruh kecakapan tersebut menjadi tulisan tanpa
perlu berpikir keras bagaimana memulainya.
Saya harus membuka diri pada hal-hal
baru, banyak membaca dan mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan kepenulisan
untuk meningkatkan kemampuan menulis saya.
Beruntung saya bertemu
IIDN, komunitas group penulis dengan
anggota para Ibu yang dibentuk pada 24 Mei 2010. Berbagai pelatihan dan
pembinaan bagi anggota agar bisa menghasilkan tulisan yang baik dilakukan di
group tersebut. Penulis berbakat yang terjaring kemudian di salurkan menjadi
penulis di Indscript Creative, yaitu agensi naskah yang membantu mempertemukan
penulis dengan penerbit untuk menghasilkan buku.
Indiscrip Creative sendiri
telah berdiri lebih dulu daripada group IIDN. Perusahaan pelayanan jasa penulisan
ini didirikan oleh Indari Mastuti yang didukung penuh oleh suaminya, Deky
Tasdikin.
Indari Mastuti pengagas
berdirinya IIDN mengajak para Ibu rumahtangga lainnya untuk aktif menulis dan menjadikannya
sebagai kegiatan menyenangkan yang dapat menghasilkan uang, tanpa harus
meninggalkan tugas mulia sebagai Ibu dengan segala aktivitas rumahnya.
Hal ini sangat
mengispirasi saya dan ribuan Ibu-ibu anggota group IIDN lainnya. Belum
terlambat melambungkan mimpi menjadi penulis, membagi informasi, hiburan dan
tips melalui buku-buku yang dihasilkannya kelak. Tapi, lagi-lagi kesibukan
mengurus anak-anak terkadang menjadi alasan sulitnya menemukan ide menulis tema
yang unik dan menarik.
Tidak demikian bagi
Lygia Nostalina atau yang lebih akrab disapa Lygia Pecanduhujan yang memiki
peran penting sebagai Marketing Communications di group IIDN. Sebagai
Ibu dari anak-anak yang lucu, Lygia tak pernah kehabisan ide. Sama seperti
Indari Mastuti yang telah menulis lebih dari 50 judul buku dan ratusan artikel,
Lygia juga memiliki seluruh kecakapan yang
diperlukan untuk menulis bagus.
Kesukaannya pada kisah-kisah
inspiratif atau lebih populer dengan sebutan chicken soup, membuatnya
menjadi pencetus lahirnya buku-buku serupa dengan ide dan tema yang tak kalah
seru. Sebut saja serial A Cup of Tea for Single Mom, A Cup of Tea for
Complicated Relationship, Storycake for Ramadhan, Storycake for Backpackers,
dan Hot Chocolate for Broken Heart adalah judul buku yang telah dibidaninya dan
banyak mendapat sambutan hangat dari pembacanya.
Melalui IIDN, pintu menuju dunia penulis
dan penerbitan seakan terbuka lebar. Tak terasa di usia group IIDN yang ke-3, sekitar 6.000 anggota komunitas yang berada
diberbagai pelosok Indonesia hingga ke macanegara merasakan manfaat bergabung
bersama IIDN. Indari Mastuti bersama rekan kerjanya Lygia Pecanduhujan berhasil
memberikan pencerahan bagi perempuan Indonesia yang gemar menulis, khususnya
kaum Ibu agar tetap bisa berkarya, menambah finansial, dan bermanfaat bagi
sesama.
Saya bangga bisa menjadi bagian dari
komunitas hebat ini. Harapan saya, semoga saya pun bisa memberikan kontribusi
positif bagi kemajuan group IIDN. Saya yakin, kita pun memiliki peluang dan
kesempatan yang sama untuk bisa memberikan kontribusi positif dalam dunia
kepenulisan.
Jadi, jika Anda Ibu rumahtangga yang ingin menjadi
penulis, belum terlambat untuk memulai. Segera bergabunglah di group facebook Ibu-ibu Doyan Nulis, karena IIDN adalah
pintu menuju dunia penulis.
Meski tak selalu harus bisa menjadi
buku, kita akan sangat bangga bila tulisan kita baik berupa artikel, opini,
atau cerita pendek, dan puisi bisa memberikan pencerahan dan bermanfaat bagi
orang banyak. Karena sebaik-baik manusia, adalah yang manusia yang bermanfaat
bagi orang lain.
***
artikel bagus bu, mau daftar tp aku ga punya kerudung hehe.. canda
BalasHapussalam kenal ya
http://pakarnyaherbal.blogspot.com/2013/03/madu-pahit.html
Terima kasih sudah mampir, Pak
Hapus