Ini salah satu pengalaman menulis saya setahun yang lalu. Sedikit terlambat menceritakannya, tapi semoga bermanfaat buat sahabat yang sedang menulis naskah berupa cerita anak dan ingin mengirimkannya ke media.
Setelah bersemangat menulis cerita anak, saya mengirimnya ke media. Tak tanggung-tanggung, saya mengirimnya ke Kompas. Pada tanggl 13 Agustus 2013, naskah meluncur ke e-mail kompas@kompas.com di cc ke kompas@kompas.co.id. Apabila hendak mengirimkan naskah melalui pos, bisa ditujukan ke alamat berikut; Redaksi Kompas Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270
Setelah bersemangat menulis cerita anak, saya mengirimnya ke media. Tak tanggung-tanggung, saya mengirimnya ke Kompas. Pada tanggl 13 Agustus 2013, naskah meluncur ke e-mail kompas@kompas.com di cc ke kompas@kompas.co.id. Apabila hendak mengirimkan naskah melalui pos, bisa ditujukan ke alamat berikut; Redaksi Kompas Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270
Sejak
hari itu, saya selalu memeriksa e-mail, berharap ada pemberitahuan tentang
pemuatan naskah saya. Harusnya saya tak hanya menunggu, tapi tetap terus
menulis dan menulis. Maklumlah waktu itu saya masih pemula, dan berharap setiap
yang saya tulis pasti akan dimuat. Nah, setelah itu barulah saya menulis lagi.
Ternyata prinsip itu salah.
E-mail
balasan dari Kompas tak kunjung datang. Hingga suatu hari tanggal 19 Desember
2013 sepucuk surat beramplop cokelat yang dikirim melalui Pos sampai juga di
tangan saya. Naskah saya ditolak, alias dikembalikan. Meski bahasa yang
digunakan dalam surat tersebut sangat halus, tetep aja rasanya ‘jleb’.
Menurut
mereka, naskah saya tidak layak dimuat karena bahasa yang saya gunakan terlalu
baku/kaku. Sedikit kalimat penghibur pada baris terakhir surat yang
mengharapkan saya bersedia menulis lagi untuk Kompas Anak.
Informasi
penting ada dibagian bawah surat, berupa;
L
A M P I R A N
Kriteria
umum untuk artikel Kompas Anak:
- Asli, bukan jiplakan/saduran/terjemahan, belum pernah dimuat dalam penerbitan lain, dan hanya ditulis/dikirim khusus untuk Kompas Anak.
- Cara penyajian tidak berkepanjangan tapi padat, singkat, mudah ditangkap, gaya bahasan enak dibaca, dan sesuai kaidah ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.
- Panjang naskah maksimal 3 halaman kuarto untuk cerpen atau dongeng dan 4 halaman kuarto untuk rubrik boleh tahu, semua dengan ketikan dua spasi, tulisan diharapkan jelas dan bersih (tanpa coretan).
- Sering tulisan yang pantas dimuat terpaksa dikembalikan, karena tidak mungkin lagi memuatnya pada waktu yang tepat berhubung terbatasnya ruangan atau benturan dengan tulisan-tulisan lain.
Apakah
saya menulis lagi setelahnya? Tidak. Saya menyimpan naskah itu dan
melupakannya. Kalaupun menulis, saya tidak mengirimnya ke Kompas. Saya mulai
mengirim tulisan ke penerbit.
Saya
pun mulai berburu kelas menulis online melalui facebook. Bertemu teman-teman
penulis dalam grup tertutup membuat saya bersemangat dan merasa tidak sendiri.
Penulis hebat yang menjadi guru pembimbing memberi pelajaran berharga dan
bersedia menilai dan memberi masukan dan perbaikan tulisan saya.
Saya
juga belajar dari tulisan teman-teman sekelas. Pemahaman saya bertambah, setelah membaca tulisan mereka, saya jadi kian bersemangat mengerjakan tugas dan menulis
sebaik mungkin.
Sebenarnya
ada cara lain yang bisa dilakukan, yaitu dengan banyak membaca tulisan-tulisan
yang pernah dimuat majalah/koran. Dan langsung praktik menulis cerita serta
mengirimkannya ke media.
Setelah
beberapa lama, saya terpanggil mengutak-atik naskah lama yang telah
dikembalikan tersebut. Dan hasilnya tidak seburuk yang saya bayangkan. Ah,
harusnya saya tetap semangat meski naskah ditolak. Nulis lagi atau merombak
naskah dan mengirimkannya kembali ke media lain.
Jadi, bila naskah Anda ditolak, harusnya tetap semangat dan nulis lagi, dong! []
semangat mbak
BalasHapusSiap, terima kasih, Mbak Susan
Hapuskeep on writing :-)
BalasHapusSemangat, Mbak :-D
Hapus