Selasa, 04 Desember 2012

Mahakam, Sumber Air dan Habitat Satwa Unik yang Terabaikan


"Siapa pun pendatang atau tamu yang berkunjung ke Kalimantan Timur dan pernah meminum air Sungai Mahakam, diyakini pasti akan kembali lagi ke daerah tersebut, bahkan menetap", demikian mitos yang terus diyakini masyarakat Kaltim.


Sungai Mahakam yang membentang sepanjang 920 Km melintasi tiga daerah, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan membelah Kota Samarinda ibu kota provinsi adalah kebanggaan bagi warganya. 
Kehadiran sungai ini menjadi sangat penting sebagai penopang ekonomi dan kelangsungan hidup, bagaikan urat nadi kehidupan. Peran vitalnya adalah sebagai sumber mata air sekaligus sarana trasnportasi air yang menghubungkan antar desa, kecamatan bahkan antar kabupaten dan kota.
Tak tanggung-tanggung sungai tersebut mampu membawa puluhan batang kayu gelondongan yang dipanen dari hutan, dihanyutkan ke hilir untuk kemudian mendarat di pabrik-pabrik kayu olahan. Belum lagi kapal ponton pengangkut batubara dan kontainer hilir mudik melintas dengan anggunnya, terkadang meninggalkan tumpahan oli atau ceceran muatan yang diangkut menyisakan pencemaran yang tak segera ditangani.
Waktu terus bergulir kian menggerus kelestarian air Sungai Mahakam. Eksploitasi lahan mulai dari pembalakan hutan di daerah hulu sungai, pembukaan perkebunan kelapa sawit hingga kegiatan pertambangan emas dan batu bara, menyebabkan pendangkalan sungai oleh lumpur akibat erosi di daerah hulu.
Air yang secara kasat mata tampak keruh kecokelatan, dan dibeberapa anak sungai air bisa berwarna hitam pada saat musim kemarau tersebut masih terus dimanfaatkan oleh warganya. Tingginya kebutuhan akan air membuat mereka seakan tak perduli dengan kondisi tersebut. Pinggiran sungai yang tak pernah sepi dari kegiatan mandi, mencuci, buang air besar dan kecil, bahkan mengambil air dari sungai tersebut untuk dikonsumsi.
Meski Kepala Badan Lingkungan Hidup Kaltim Tuparman dalam sebuah wawancara mengakui, secara umum kualitas air baku Sungai Mahakam masih layak dikonsumsi setelah melalui proses sterilisasi yang dilakukan oleh PDAM setempat. Namun bila tak segera ditangani pencemaran air dapat terus meningkat hingga menyebabkan air tak layak konsumsi dan mengancam habitat lain yang hidup di dalamnya.

Spesies Unik yang Terancam
       Tingginya aktifitas warga di sekitar aliran sungai tanpa disadari mempengaruhi naiknya tingkat pencemaran air, padahal ada spesies langka yaitu lumba-lumba air tawar yang dikenal dengan nama Pesut Mahakam sangat mengantungkan hidupnya pada sungai-sungai daerah tropis.
      Karena pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur membuat pandangannya tidak terlalu tajam, namun pesut dapat mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan  menggunakan ultrasonik yang dimilikinya.
       Populasi hewan mamalia dengan nama latin Orcaella brevirostris itu kian tertekan. Berdasarkan data tahun 2007, populasi pesut tinggal 50 ekor dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah. Padahal spesies langka ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia, yaitu Sungai Mahakam, Sungai Mekong dan Sungai Irawady.
Di dunia internasional, hewan mamalia air tawar ini termasuk dalam daftar CITES yang digolongkan ke dalam Lampiran 1 atau terancam punah. Menurut data CITES, jumlahnya tinggal sekitar 34 ekor saja.
        Habitat pesut yang terganggu terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya membuat jumlahnya kian menyusut. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.
     Secara mengejutkan fakta penampakan hewan unik lainnya terlihat pada 29 Januari 2010 yang disaksikan langsung oleh awak kapal longboat beserta penumpangnya saat melihat sepasang ular naga raksasa dengan besar diperkirakan 60 Cm dan panjang hampir 50 m, muncul meliuk-liuk sambil berenang di pedalaman Sungai Mahakam Ulu Kabupaten Kutai Barat.
Mesin perahu segera dimatikan saat berada di permukaan Sungai Riam Haloq, Kampung Long Tuyoq, Kecamatan Long Pahangai, dan puluhan saksi mata mengabadikan gambar ular raksasa dengan empat kaki itu menggunakan ponsel berkamera yang mereka bawa saat itu.
       Apakah ular naga tersebut adalah hewan spesies baru? Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Namun yang jelas ekosistem air Sungai Mahakam harus terus dikelola agar tetap lestari demi kelangsungan manusia dan satwa air tawar yang sangat bergantung pada sungai tersebut.

Pengelolaan Sumber Daya Air
        Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil. Seiring dengan terbitnya otonomi daerah, kewenangan pengelolaan sumber daya air dan tanggung jawabnya di atur dalam pasal 13- 19 UU No.7 Tahun 2004. Yang secara umum memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk pengelolan sumber daya air, meski kenyataannya masih tergantung pada pemerintah pusat.
Lebih dari itu, secara organisatoris dalam rangka melakukan pengelolaan sumber daya air telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air, sebagaimana dirubah dengan Keputusan Presiden No.83 Tahun 2002.
Tanpa melupakan peran pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola sumber daya air, kita sebagai warga negara yang baik seyogyanya mengambil peran untuk aktif dalam pemeliharaan kelestarian air. Berbuat dan memberi contoh kecil kepada sesama warga untuk menghargai sumber air Sungai Mahakam misalnya dengan tidak membuang sampah ke sungai, diharapkan dapat mengurangi resiko pencemaran air.
Bergeraklah, berbuatlah sesuatu untuk menjaga kelestarian air demi kelangsungan Sungai Mahakam sebagai sumber air warga Kaltim sekaligus ‘rumah’ bagi satwa unik yang terancam punah, agar tetap lestari dan tidak terabaikan lagi.
***
* Ditulis Oleh Dwi Dira Rahmawati
Referensi;
Sumber foto;


1 komentar: